Rabu, 24 April 2013

tehnik teknologi reproduksidengan insiminasi





TEKNIK TEKNOLOGI
REPRODUKSI DENGAN INSEMINASI





 








`





DISUSUN OLEH :
1.      BAROKATUL                      NIM 121.0007BP
2.      IRWAN HARIS                    NIM 121.0017BP
3.      RINI DWI ASTUTI                         NIM 121.0027BP
4.      WINARNI                             NIM 121.0031BP


PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH SURABAYA
2013

TEKNIK TEKNOLOGI REPRODUKSI DENGAN INSEMINASI
v  Pengertian Inseminasi
Inseminasi adalah salah satu teknik untuk membantu proses reproduksi dengan cara menyemprotkan sperma yang telah dipreparasi (diproses) ke dalam rahim menggunakan kateter dengan tujuan membantu sperma menuju telur yang telah matang (ovulasi) sehingga terjadi pembuahan.
Inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami.
Mendapatkan buah hati merupakan hal yang diidamkan oleh hampir semua pasangan. Namun tak semua orang yang sudah menikah mendapatkan buah hati dengan mudah. Banyak yang harus melalui berbagai proses dan metode medis sebagai usaha untuk menghadirkan sang buah hati. Salah satu caranya dengan proses inseminasi yang kerap dipilih oleh banyak pasangan.
Berbeda dengan bayi tabung, proses pembuahan pada teknik inseminasi terjadi di saluran telur. Biasanya teknik ini ditujukan untuk membantu problem infertilitas seperti jumlah sperma yang sedikit atau bentuk rahim yang susah dijangkau oleh sperma dalam perjalanannya menuju telur.
v  PROSEDUR
Untuk mendapatkan sperma, pria (suami) dapat bermasturbasi ke dalam penampung khusus yang steril, dan diserahkan tidak lebih dari 1 jam dari waktu pengeluaran. Hal ini dapat dilakukan di rumah pasangan atau di rumah sakit.
Inseminasi dijadwalkan di sekitar waktu ovulasi, karena salah satu faktor keberhasilan inseminasi adalah bila dilakukan sedekat mungkin dengan waktu ovulasi. Waktu ovulasi diperkirakan berdasarkan alat deteksi ovulasi kartu SBB, atau dengan injeksi HCG (Human Chorionic Gonadothropine) untuk maturasi akhir dan pemecahan folikel (kantung sel telur). Inseminasi biasanya dilakukan sekali atau dua kali sebulan tergantung dari siklus menstruasi.
Prosedur inseminasi cukup sederhana dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Wanita berbaring pada meja periksa dan dokter akan memasukkan speculum ke dalam vagina. Semen yang telah diproses (‘dicuci’) di laboratorium akan dimasukkan ke dalam rongga uterus dengan menggunakan kateter lembut plastic steril.  Bila wanita mengalami ovulasi yang tidak teratur, dokter akan meresepkan obat-obat untuk merangsang (induksi) ovulasi.  Inseminasi biasanya dilakukan dengan bersama-sama dengan induksi ovulasi untuk meningkatkan kemungkinan fertilisasi.
v  Teknik Inseminasi
1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
            Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2. Teknik DIPI (Direct  Intraperitoneal  Insemination)
            Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke  peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain  dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.   
v  Sumber Sperma
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1. Dari sperma suami
            Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika jumlah spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat keberhasilan AIH hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalan AIH adalah jumlah sperma suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak normal.
2. Sperma penderma
           Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes kesehatan  terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi penyakit menular. Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-70 %
v  Penyiapan sperma
Sperma dikumpulkan dengan cara marturbasi, kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril  setelah 2-4 hari tidak melakukan hubungan seksual. Setelah dicairkan dan dilakukan analisa awal sperma, teknik “Swim-up” standar atau “Gradient Percoll” digunakan untuk persiapan penggunaan larutan garam seimbang Earle atau Medi. Cult IVF medium, keduanya dilengkapi dengan serum albumin manusia. Dalam teknik Swim-up, sampel sperma disentrifugekan sebanyak 400 g selama 15 menit. Supernatannya dibuang, pellet dipisahkan dalam 2,5 ml medium, kemudian disentrifuge lagi. Sesudah memisahkan supernatannya, dengan hati-hati pellet dilapisi dengan medium dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37º C. Sesudah diinkubasi, lapisan media yang berisi sperma motile dikumpulkan dengan hati-hati dan digunakan untuk inseminasi.
Pada teknik Percoll, sperma dilapiskan pada Gradient Percoll yang berisi media Medi. Cult dan disentrifugekan sebanyak 500 g selama 20 menit. 90 % dari pellet kemudian dipisahkan dalam 6 ml media dan disentrifugekan lagi sebanyak 500 g selama 10 menit. Pellet sperma kemudian dipisahkan dalam 0,5 atau 1 ml medium dan digunakan untuk inseminasi. 
v  ANALISIS KUALITAS SPERMA
Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk mengetahui kualitas sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas sperma yang benar-benar baik. Penetapan kualitas ekstern di dasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium, dengan tahapan-tahapan: Pengambilan sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain Mikroskopis, Uji Biokimia, Uji Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi, Prosedur ART, Simpan Beku Sperma.

v  Resiko Injeksi Sperma
Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat  adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim bernama akrosom  berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke dalam inti sel telur.
Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan  injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan akan  terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.
v  Dampak Inseminasi Buatan
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada  dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.

1 komentar:

  1. How To Play Baccarat Online - Wolverione
    In the United 카지노 States, the casino offers baccarat, roulette, and other 온카지노 variations of craps. to the 바카라 casino's main “craps dealer”, the two games are blackjack, craps,

    BalasHapus