FISIOLOGI
MENSTRUASI
A.
Fisiologi Menstruasi
Pada siklus menstruasi
normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan pertumbuhan lapisan
rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses
kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan
kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi
merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke dokter. Siklus menstruasi
normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah
haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan
siklus mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada
usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche <pertama kali terjadinya
menstruasi> dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur
atau siklus yang tidak mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan
kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Gambar
1. Kompleks Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium
B.
Siklus Menstruasi Normal
Sikuls menstruasi
normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur) dan siklus
uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus
folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa
proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi. Perubahan di dalam rahim merupakan
respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu
perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rehim, terletak
di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah
lapisan yangn berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium
disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya
disebut sebagai desidua basalis.
Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus
menstruasi adalah:
1. FSH-RH
(follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk
merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
2. LH-RH
(luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang
hipofisis mengeluarkan LH
3. PIH
(prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan
prolaktin
Gambar 2. Siklus
Hormonal
Pada setiap siklus
menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang perkembangan
folikelfolikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel
yang terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan
folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen.
Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang
kedua yaitu LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh
releasing hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi
hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari
folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan
dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai
terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan
menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic
hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan progesteron
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada
pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar
estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi,
perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini disebut haid atau
menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum
tersebut dipertahankan. Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:
v Masa
menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium (selaput
rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada
dalam kadar paling rendah
v Masa
proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah
menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan
dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin.
Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat
terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)
v Masa
sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesterone
dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi
rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
Siklus
ovarium :
1. Fase
folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang
berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk
proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase
folikular pada manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi
panjang siklus menstruasi keseluruhan
2. Fase
luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka
waktu ratarata 14 hari
Siklus
hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus
menstruasi normal:
1. Setiap
permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada pada
level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus
sebelumnya
2. Hormon
FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari korpus luteum
dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu
untuk pertumbuhan lapisan endometrium
3. Peningkatan
level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH hipofisis. Hormon
LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi
pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis (respon
bifasik)
4. Pada
akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH yang terdapat
pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon progesterone
5. Setelah
perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan
terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase
transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal
6. Kedar
estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase pertengahan,
dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum
7. Progesteron
meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah terjadi ovulasi
8. Kedua
hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum dan kemuadian
menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya
Gambar
3. Siklus Menstruasi Normal
C. Fase Menstruasi
1) Fase Proliferasi
Dinamakan juga fase folikuler,
yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas
membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus beraktivitas
menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase
regenerasi atau pascahaid. Pada siklus haid klasik, fase proliferasi
berlangsung setelah perdarahan haid berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai 14
(terjadinya proses evolusi). Fase proliferasi ini berguna untuk menumbuhkan
lapisan endometrium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah dibuahi oleh
sel sperma, sebagai persiapan terhadap terjadinya proses kehamilan. Pada fase
ini terjasi pematangan folikel - folikel di dalam ovarium akibat pengaruh
aktivitas hormone FSH yang merangsang folikel-folikel tersebut untuk menyintesis
hormone estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan pembentukan dan pengaruh
dari aktivitas hormone FSH pada fase ini juga mengakibatkan terbentuknya banyak
reseptor hormone LH dilapisan sel - sel granulose dan cairan folikel-folikel
dalam ovarium. Pembentukan hormone estrogen yang terus meningkat tersebut—
sampai kira-kira pada hari ke 13 siklus haid (menjelang terjadinya proses
ovulasi)—akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran hormone LH yang banyak
sebagai manifestasi umpan balik positif dari hormone estrogen (positive feed
back mechanism) terhadap adenohipofisis. Pada saat mendekati masa terjadinya
proses ovulasi, terjadi peningkatan kadar hormone LH di dalam serum dan cairan
folikel-folikel ovarium yang akan memacu ovarium untuk mematangkan folikel-folikel
yang dihasilkan di dalamnya sehingga sebagian besar folikel di ovarium
diharapkan mengalami pematangan (folikel de Graaf). Disamping itu, akan terjadi
perubahan penting lainnya, yaitu peningkatan konsentrasi hormone estrogen
secara perlahan-lahan, kemudian melonjak tinggi secara tiba-tiba pada hari
ke-14 siklus haid klasik (pada akhir fase proliferasi), biasanya terjadi
sekitar 16-20 jam sebelum pecahnya folikel de Graaf, diikuti peningkatan dan
pengeluaran hormone LH dari adenohipofisis, perangsangan peningkatan kadar
hormone progesterone, dan peningkatan suhu basal badan sekitar 0,5°C. Adanya
peningkatan pengeluaran kadar hormone LH yang mencapai puncaknya (LH - Surge),
estrogen dan progesterone menjelang terjadinya proses tersebut di ovarium pada
hari ke-14 siklus haid. Di sisi lain, aktivitas hormone estrogen yang terbentuk
pada fase proliferasi tersebut dapat mempengaruhi tersimpannya enzim - enzim
dalam lapisan endometrium uteri serta merangsang pembentukan glikogen dan
asam-asam mukopolisakarida pada lapisan tersebut. Zat-zat ini akan turut serta dalam
pembentukan dan pembangunan lapisan endometrium uteri, khususnya pembentukan
stroma di bagian yang lebih dalam dari lapisan endometrium uteri. Pada saat
yang bersamaan terjadi pembentukan system vaskularisasi ke dalam lapisan fungsional
endometrium uteri. Selama fase prolferasi dan terjadinya proses ovulasi—di bawah
pengaruh hormone estrogen—terjadi pengeluaran getah atau lendir dari dinding
serviks uteri dan vagina yang lebih encer dan bening. Pada saat ovulasi getah
tersebut mengalami penurunan konsentrasi protein (terutama albumin), sedangkan
air dan musin (pelumas) bertambah berangsur-angsur sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan viskositas dari getah yang dikeluarkan dari serviks uteri
dan vaginanya tersebut. Peristiwa ini diikuti dengan terjadinya proses-proses
lainnya di dalam vagina, seperti peningkatan produksi asam laktat dan
menurunkan nilai pH (derajat keasaman), yang akan memperkecil resiko terjadinya
infeksi di dalam vagina. Banyaknya getah yang dikeluarkan dari daerah serviks
uteri dan vagina tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya kelainan yang
disebut keputihan karena pada flora normal di dalam vagina juga terdapat microorganisme
yang bersifat pathogen potensial. Sebaliknya, sesudah terjadinya proses ovulasi
(pada awal fase luteal)—di bawah pengaruh hormone progesterone— getah atau
lendir yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina menjadi lebih kental dan
keruh. Setelah terjadinya proses ovulasi, getah tersebut mengalami perubahan
kembali dengan peningkatan konsentrasi protein, sedangkan air dan musinnya
berkurang berangsur-angsur sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
viskositas danpengentalan dari getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan
vaginanya. Dengan kata lain, pada fase ini merupakan masa kesuburan wanita.
2)
Fase Luteal
Dinamakan juga fase sekresi
atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) ketika ovarium
beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel matangnya (folikel
de Graaf) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan
menghasilkan hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan
endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi
kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sel
sperma (jika tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya
proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Pada fase ini
mempunyai ciri khas tertentu, yaitu terbentuknya korpus luteum ovarium serta perubahan
bentuk (menjadi memanjang dan berkelok-kelok) dan fungsi dari kelenjar - kelenjar
di lapisan endometrium uteri akibat pengaruh dari peningkatan hormone LH yang diikuti
oleh pengeluaran hormone progesterone. Adanya pengaruh aktivitas hormone
progesterone dapat menyebabkan terjadinya perubahan sekretorik, terutama pada
lapisan endometrium uteri. Pengaruh aktivitas hormone progesterone selama fase luteal
dapat meningkatkan konsentrasi getah serviks uteri menjadi lebih kental dan membentuk
jala-jala tebal di uterus sehingga akan menghambat proses masuknya sel sperma
ke dalam uterus. Bersamaan dengan hal ini, hormone progesterone akan
mempersempit daerah porsio dan serviks uteri sehingga pengaruh aktivitas
hormone progesterone yang lebih lama, akan menyebabkan degenerasi dari lapisan
endometrium uteri dan tidak memungkinkan terjadinya proses nidasi dari hasil
konsepsi ke dinding uterusnya. Peningkatan produksi hormone progesterone yang
telah dimulai sejak akhir fase folikuler akan terus berlanjut sampai akhir fase
folikuler akan terus berlanjut sampai akhir fase luteal. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan aktivitas hormone estrogen dalam menyintesis
reseptor-reseptornya (reseptor hormone LH dan progesterone) di ovarium dan
terjadinya perubahan sintesis hormon-hormon seks steroid (hormone estrogen
menjadi hormone progesterone) di dalam sel-sel granulose ovarium. Perubahan ini
secara normal mencapai puncaknya pada hari ke-22 siklus haid klasik karena pada
masa ini pengaruh hormone progesterone terhadap lapisan endometrium uteri
paling jelas terlihat. Jika proses nidasi tersebut tidak terjadi, hormone
estrogen dan progesterone akan menghambat sintesis dan aktivitas hormone FSH
dan LH di adenohipofisis sehingga membuat korpus luteum menjadi tidak dapat
tumbuh dan berkembang kembali, bahkan mengalami penyusutan dan selanjutnya
menghilang. Di sisi lain, pada masa menjelang terjadinya perdarahan haid,
pengaruh aktivitas hormone progesterone tersebut juga akan menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang diikuti dengan dengan
terjadinya ischemia dan nekrosis pada sel-sel dan jaringan endometrium uterinya
sehingga memungkinkan terjadinya proses deskuamasi lapisan endometrium uteri
yang disertai dengan terjadinya perdarahan dari daerah tersebut yang
dikeluarkan melalui vagina. Akhirnya, bermanifestasi sebagai perdarahan haid. Pada
saat setelah terjadinya proses ovulasi di ovarium, sel-sel granulosa ovarium
akan berubah menjadi sel-sel luteal ovarium, yang berperan dalam peningkatan pengeluaran
hormon progesteron selama fase luteal siklus haid. Faktanya menunjukan bahwa
salah satu peran dari hormon progesteron adalah sebagai pendukung utama
terjadinya proses kehamilan. Apabila proses kehamilan tersebut tidak terjadi, peningkatan
hormon progesteron yang terjadi tersebut akan mengikuti terjadinya penurunan
hormon LH dan secara langsung hormon progesteron (bersama dengan hormon
estrogen) akan melakukan penghambatan terhadap pengeluaran hormon FSH, LH, dan
LHRH, yang derajat hambatannya bergantung pada konsentrasi dan lamanya pengaruh
hormon progesterone tersebut. Kemudian melalui mekamisme ini secara otomatis
hormon-hormon progesteron dan estrogen juga akan menurunkan pengeluaran hormon
LH, FSH, dan LHRH tersebut sehingga proses sintesis dan sekresinya dari ketiga
hormon hipofisis tersebut, yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan
folikel-folikel dan proses ovulasi di ovarium selama fase luteal, akan berkurang
atau berhenti, dan akan menghambat juga perkembangan dari korpus luteum. Pada
saat bersamaan, setelah terjadinya proses ovulasi, kadar hormon estrogen
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya puncak peningkatan
kadar hormon LH dan aktivitasnya yang terbentuk ketika proses ovulasi terjadi
dan berakibat terjadi proliferasi dari sel-sel granulosa ovarium, yang secara
langsung akan menghambat dan menurunkan proses sintesis hormon estrogen dan FSH
serta meningkatkan pembentukan hormon progesteron di ovarium. Di akhir fase
luteal, terjadi penurunan reseptor-reseptor dan aktivitas hormon LH di ovarium
secara berangsur-angsur, yang diikuti penurunan proses sintesis hormon - hormon
FSH dan estrogen yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada masa akhir
fase luteal akan terjadi pembentukan kembali hormon FSH dan estrogen dengan aktivitas-aktivitasnya
di ovarium dan uterus. Beberapa proses lainnya yang terjadi pada awal sampai
pertengahan fase luteal adalah terhentinya proses sintesis enzim-enzim dan zat
mukopolisakarida yang telah berjalan sebelumnya sejak masa awal fase proliferasi.
Akibatnya, terjadi peningkatan permeabilitas (kebocoran) dari pembuluh - pembuluh
darah di lapisan endometrium uteri yang sudah berkembang sejak awal fase
proliferasi dan banyak zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya mengalir menembus
langsung stroma dari lapisannya tersebut. Proses tersebut dijadikan sebagai
persiapan lapisan endometrium uteri untuk melakukan proses nidasi terhadap
hasil konsepsi yang terbentuk jika terjadi proses kehamilan. Jika tidak terjadi
proses kehamilan, enzim-enzim dan zat mukopolisakarida tersebut akan dilepaskan
dari lapisan endometrium uteri sehingga proses nekrosis dari sel-sel dan jaringan
pembuluh-pembuluh darah pada lapisan tersebut. Hal itu menimbulkan gangguan
dalam proses terjadinya metabolisme sel dan jaringannya sehingga terjadi proses
regresi atau deskuamasi pada lapisan tersebut dan disertai perdarahan. Pada
saat yang bersamaan, peningkatan pengeluaran dan pengaruh hormon progesteron
(bersama dengan hormon estrogen) pada akhir fase luteal akan menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh-pembuluh darah di lapisan endometrium uteri,
yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya proses ischemia di lapisan tersebut
sehingga akan menghentikan proses metabolisme pada sel dan jaringannya.
Akibatnya, terjadi regresi atau deskuamasi pada lapisan tersebut disertai
perdarahan. Perdarahan yang terjadi ini merupakan manifestasi dari
terjadinyaperdarahan haid.
3)
Fase Menstruasi
Dinamakan juga fase
deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang menunjukanwaktu (masa)
terjadinya proses deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertaipengeluaran
darah dari dalam uterus dandikeluarkan melalui vagina. Pada akhir fase luteal
terjadi peningkatan hormon estrogen yang dapat kembali menyebabkan perubahan
sekretorik pada dinding uterus dan vagina, berupa peningkatan produksi dan
penurunan konsentrasi getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina
serta peningkatan konsentrasi glikogen dalam serviks uteri dan vagina. Hal ini
memungkinkan kembali terjadinya proses peningkatan pengeluaran getah yang lebih
banyak dari serviks uteri dan vaginanya serta keputihan. Pada saat akhir fase
luteal, peningkatan kadar dan aktivitas hormon estrogen yang terbentuk kembali
masih belum banyak sehingga terjadinya proses-proses perangsangan produksi asam
laktat oleh bakteri-bakteri flora normal dan penurunan nilai derajat keasaman,
yang diharapkan dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi di dalam vagina
menjadi tidak optimal, dan ditambah penumpukan getah yang sebagian besar masih
dalam keadaan mengental. Oleh karena itu, pada saat menjelang proses perdarahan
haid tersebut, daerah vagina menjadi sangat beresiko terhadap terjadinya penularan
penyakit (infeksi) melalui hubungan persetubuhan (koitus). Terjadinya
pengeluaran getah dari serviks uteri dan vagina tersebut sering bercampur dengan
pengeluaran beberapa tetesan darah yang sudah mulai keluar menjelang terjadinya
proses perdarahan haid dari dalam uterus dan menyebabkan terlihatnya cairan
berwarna kuning dan keruh, yang keluar dari vaginanya. Sel-sel darah merah yang
telah rusak dan terkandung dari cairan yang keluar tersebut akan menyebabkan sifat
bakteri-bakteri flora normal yang ada di dalam vagina menjadi bersifat
infeksius (patogen potensial) dan memudahkannya untuk berkembang biak dengan
pesat di dalam vagina. Bakteri-bakteri infeksius yang terkandung dalam getah
tersebut, kemudian dikeluarkan bersamaan dengan pengeluaran jaringan dari
lapisan endometrium uteri yang mengalami proses regresi atau deskuamasi dalam
bentuk perdarahan haid atau dalam bentuk keputihan yang keluar mendahului menjelang
terjadinya haid. Pada saat bersamaan, lapisan endometrium uteri mengalami
iskhemia dan nekrosis,akibat terjadinya gangguan metabolisme sel atau
jaringannya, yang disebabkan terhambatnya sirkulasi dari pembuluh - pembuluh
darah yang memperdarahi lapisan tersebut akibat dari pengaruh hormonal,
ditambah dengan penonjolan aktivasi kinerja dari prostaglandin F2α(PGF2α) yang
timbul akibat terjadinya gangguan keseimbangan antara prostaglandin E2(PGE2)
dan F2α (PGF2α) dengan prostasiklin (PGI2), yang disintesis oleh sel-sel
endometrium uteri (yang telah mengalami luteinisasi sebelumnya akibat pengaruh
dari homogeny progesteroon). Semua hal itu akan menjadikan lapisan edometrium
uteri mengalami nekrosis berat dan sangat memungkinkan untuk mengalami proses deskuamasi.
Pada fase menstruasi ini juga terjadi penyusutan dan lenyapnya korpus luteum ovarium
(tempat menetapnya reseptor- reseptor serta terjadinya proses pembentukan dan
pengeluaran hormon progesteron dan LH selama fase luteal).
4)
Fase Regenerasi
Dinamakan juga fase
pascahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) terjadinya proses awal
pemulihan dan pembentukan kembali lapisan endometrium uteri setelah mengalami
proses deskuamasi sebelumnya. Bersamaan dengan proses regresi atau deskuamasi
dan perdarahan haid pada fase menstruasi tersebut, lapisan endometrium uteri
juga melepaskan hormon prostaglandin E2 dan F2, yang akanmengakibatkan
berkontraksinya lapisan mimometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang
terkandung di dalamnya mengalami vasokontriksi, akhirnya akan membatasi
terjadinya proses perdarahan haid yang sedang berlangsung. Di sisi lain, proses
penghentian perdarahan haid ini juga didukung oleh pengaktifan kembali pembentukan
dan pengeluaran hormon FSH dan estrogen sehingga memungkinkan kembali
terjadinya pemacuan proses proliferasi lapisan endometrium uteri dan memperkuat
kontraksi otot-otot uterusnya. Hal ini secara umum disebabkan oleh penurunan
efek hambatan terhadap aktivitas adenohipofisis dan hipotalamus yang dihasilkan
dari hormon progesteron dan LH (yang telah terjadi pada fase luteal), saat
terjadinya perdarahan haid pada fase menstruasi sehingga terjadi pengaktifan
kembali dari hormon-hormon LHRH, FSH, dan estrogen. Kemudian bersamaan dengan
terjadinya proses penghentian perdarahan haid ini, dimulailah kembali fase
regenerasi dari siklus haid tersebut
DAFTAR PUATAKA
Melaticitra.blogspot.com/2010/05/fisiologi-menstruasi.html?
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran. Fisiologi alat alat reproduksi wanita. Dalam: Obstetri
fisiologi, Bandung: 1983
fisiologi-dian.blogspot.com/p/kehamilan-dan-laktasi.html
FISIOLOGI
MENSTRUASI
Oleh:
1.
Anna
Barek (121.0003BP)
2.
Ervia
Nurus Hidayati (121.0013BP)
3.
Nike
Cynthiasari (121.0023BP)
4.
Soeprihatin
(121.0031BP)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HANGTUAH SURABAYA
JURUSAN
S1 KEPERAWATAN JALUR B6